Senin, 27 April 2015

Partisipasi Masyarakat Dalam Penyusunan Qanun

Peraturan Daerah, yang bila kita merujuk pada pada Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, disebut dengan nama Qanun untuk Provinsi Aceh, secara umum merupakan regulasi turunan yang bersifat lebih spesifik sesuai dengan situasi dan kondisi suatu daerah.

Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang merupakan landasan yuridis pembentukan peraturan perundang-undangan, baik di tingkat pusat maupun daerah mengamanatkan secara jelas tentang tatalaksana regulasi. 

Undang-undang ini memuat secara lengkap pengaturan baik menyangkut sistem, asas, jenis dan materi muatan, proses pembentukan yang dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. Tertib pembentukan peraturan perundang-undangan, baik di tingkat pusat maupun daerah, diatur sesuai dengan proses pembentukan dari jenis dan hirarki serta materi muatan peraturan perundang-undangan.

Dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 menggariskan materi muatan Qanun adalah seluruh materi muatan dalam rangka: (a) penyelenggaraan otonomi dan tugas pembantuan; (b) menampung kondisi khusus daerah; serta (c) penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dari segi materi muatan, Qanun adalah peraturan yang paling banyak menanggung beban. Sebagai peraturan terendah dalam hierarki peraturan perundang-undangan.

Dalam penyusunan Qanun, secara global formal, selain mengacu pada undang-undang diatas, juga merujuk pada: Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Secara spesifik formal mengacu pada Permendagri dan Qanun Aceh Nomor 3 tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun.

Partisipasi Masyarakat Dalam Penyusunan Qanun
Konsep partisipasi (participation) seringkali diterjemahkan hanya sebagai kontribusi financial, material, dan tenaga dalam suatu program. Kadang juga diberi pengertian sebagai self-help, self reliance, cooperation dan local autonomy dimana istilah-istilah tersebut kurang menggambarkan apa yang dimaksud dengan partisipasi itu sendiri. Self-help, self reliance dan local autonomy menggambarkan kondisi akhir yang diharapkan dari suatu program yang memakai pendekatan partisipatif. Cooperation menunjukkan cara bagaimana partisipasi masyarakat diimplementasikan pada suatu kegiatan atau program.

Partisipasi publik didefinisikan sebagai aktivitas oleh masyarakat untuk mempengaruhi pembuatan kebijakan oleh pemerintah. Partisipasi publik atau dengan sebutan masyarakat dilaksanakan agar setiap kebijakan yang dihasilkan tidak hanya menimbulkan dampak positif, manfaat bagi sekelompok masyarakat tertentu saja, tapi dapat memberikan dampak positif bagi kelompok masyarakat lainnya.

Pengelolaan konsep partisipasi masyarakat yang tepat dan benar dalam pembuatan kebijakan publik, termasuk Qanun akan memberikan landasan yang lebih baik untuk pembuatan Qanun, yaitu:

Memastikan adanya implementasi yang lebih efektif karena masyarakat mengetahui dan terlibat dalam pembuatan Qanun.

Meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada eksekutif dan legislatif.

Efisiensi sumber daya, sebab dengan keterlibatan masyarakat dalam pembuatan Qanun maka sumber daya yang digunakan dalam sosialisasi Qanun dapat dihemat.

Selain itu untuk penyusunan Qanun yang berkualitas sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Ayat (1) Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 disebutkan bahwa Qanun dibentuk berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Asas pembentukan peraturan perundangan-undangan tersebut meliputi diantaranya adalah keterbukaan dan keterlibatan publik.

Keterlibatan publik dalam proses pembentukan qanun tersebut lebih lanjut dijelaskan dalam Bab VI Pasal 23 Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 sebagai berikut:

Setiap tahapan penyiapan dan pembahasan qanun harus terjamin adanya ruang partisipasi publik.

Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan dalam rangka penyiapan dan pembahasan rancangan Qanun.

Masyarakat dalam memberi masukan harus menyebutkan identitas secara lengkap.

Masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat pokok-pokok materi yang diusulkan.

Masukan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diagendakan dalam rapat penyiapan atau pembahasan rancangan Qanun.


Mekanisme pelibatan dan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaannya sesuai Pasal 25 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007  diatur sebagai berikut:

Pada fase penyiapan prarancangan qanun oleh pemrakarsa pada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 atau oleh Anggota/ Komisi/Gabungan Komisi/ Panitia Legislasi DPRA/DPRK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19;

pada fase pembahasan oleh Tim Asistensi yang dibentuk oleh Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17 melalui forum rapat dengar pendapat;

pada fase pelaksanaan seminar akademik, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12;

pada fase pembahasan oleh DPRA/DPRK, sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan dalam Tata Tertib DPRA/DPRK.

Lebih lanjut ayat (2) menjelaskan: mekanisme pelibatan dan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan antara lain melalui Forum Seminar, Lokakarya, Fokus Grup Diskusi, Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dan bentuk-bentuk penjaringan aspirasi publik lainnya.

Mekanisme pelibatan dan partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penyebaran draft pra rancangan Qanun dan jadwal pembahasan kepada masyarakat.(Pasal 25 ayat (3) Qanun Aceh No.3 Tahun 2007).

Masa Partisipasi masyarakat ditetapkan dalam jadwal kegiatan pada setiap fase penyiapan dan pembahasan pra rancangan Qanun/rancangan Qanun (Pasal 25 ayat (4) Qanun Aceh No.3 Tahun 2007).

Masukan yang diberikan oleh masyarakat melalui mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24 dan Pasal 25 paling lama 7 (tujuh) hari sejak dilakukan penyebarluasan sudah harus disampaikan kepada DPRA/DPRK atau Gubernur/Bupati/Walikota untuk menjadi bahan pertimbangan dalam penyempurnaan materi rancangan Qanun (Pasal 26 Qanun Aceh No.3 Tahun 2007).

Akhirnya dapat disimpulkan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan Qanun adalah suatu proses keterlibatan masyarakat yang bertanggung jawab dalam suatu kegiatan pengambilan keputusan dan berkontribusi dalam pelaksanaannya. Keterlibatan partisipasi masyarakat  dalam pembentukan Qanun ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Friedrich Karl von Savigny yang menyatakan bahwa hukum itu tidak dibuat begitu saja, melainkan tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat. Hukum bukan merupakan rangkuman konsep teoritis dalam bermasyarakat, karena hukum tumbuh secara alamiah dalam pergaulan masyarakat yang mana hukum selalu berubah seiring perubahan sosial. Sehingga hukum yang baik adalah hukum yang hidup dalam masyarakat (living law), dengan kata lain adalah pembentukan hukum tersebut haruslah dimulai dari bawah (buttom up) yaitu sesuai dengan aspirasi dari masyarakat melalui ruang partisipasi publik.

Penulis: Erwin Selian

Posting Komentar

Agenda Kegiatan

Profil Anggota

Tinjauan Regulasi

 
Copyright © 2015 DPRK ACEH TENGGARA